A. Ketahanan Pangan Nasional
Gambar 1.1 Jagung
menjadi diversivikasi pangan agar penduduk indonesia tidak bergantung pada
beras
Sumber: www.stmedia.startribune.com
Ketahanan pangan merupakan isu multi-
dimensi dan sangat kompleks, meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan.
Aspek politik seringkali menjadi faktor
dominan dalam proses pengambilan
keputusan untuk me-nentukan kebijakan pangan. Mewujudkan ketahanan pangan
berkelanjutan menjadi isu dan agenda prioritas dalam berbagai per- temuan yang
diselenggarakan berbagai negara dan lembaga internasional.
Berbagai lembaga internasional
mem-bahas secara mendalam upaya perwujudan ketahanan pangan, seperti yang
dilaksanakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi
Pertanian dan Pangan Dunia, Asia and the Pacific Economic Cooperation (APEC)
atau Kerja Sama Ekonomi Asia dan Pasifik, Asociation of Southeast Asia Nations
(ASEAN) atau Perkumpulan Negaranegara Asia Tenggara. Berbagai negara juga
mengambil inisiatif mendiskusikan isu ketahanan pangan global, seperti
pemerintah Jerman menyelenggarakan Konferensi Bonn 2011 (Federal
Ministry for Economic and
Develop-ment, Jermany, 2011) dan akademisi Singapura mengadakan Konferensi
Internasional Ketahanan Pangan di Asia (RSIS Nanyang Technological University,
2014).
Pada berbagai pertemuan tersebut, topik
tertentu tentang ketahanan pangan dibahas mendalam, diambil kesepakatan, dan
dikeluarkan pernyataan yang menunjukkan pemahaman atas permasalahan dan
rekomendasi rancangan penanganannya. Program ketahanan pangan telah dilakukan
sejak zama pemerintahan Presiden Soeharto dengan Program Swasembada pangan.
Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga yang sukses dalam
swasembada pangan dan pernah mendapatkan penghargaan dari FAO tahun 1984.
Pada tahun 1989, world bank memuji
keberhasilan indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan yang patut menjadi
contoh bagi negara berkembang lainnya. Namunn, prestasi ini tidak berlangsung
lama. Kondisi saat ini, pemenuhan pangan menjadi permasalan mendasar dari
kemiskinan di Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM)
Tahap II tahun 2010 – 2014 menggambarkan kecukupan pangan dan mutu yang masih
terbatas. Ketahanan pangan merupakan komoditas yang memiliki fungsi eonomi,
sosial, dan politik dalam lingkup Nasional dan Internasional.
Sektor pertanian merupakan pilar utama
pembangunan perekonomian Indonesia. Untuk meningkatkan pembangunan sektor
pertanian diperlukan kerja sama berbagai kalangan, mulai dari pelaku pertanian
hingga kalangan industri. Hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat
memecahkan masalah pertanian sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan
nasional.
1. Pengertian dan Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan
Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang
pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Gambar 1.2 Kegiatan
petani dalam memanen padi yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian
Sumber : www.beritadaerah.co.id
Definisi dan paradigma ketahanan pangan
terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture
tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of
food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya
mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992)
yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat
(secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi
pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan
450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan
beberapa definisi ketahanan yang sering diacu:
1.
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun
1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
2.
USAID (1992: kondisi ketika semua
orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk
memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3.
FAO (1997) : situasi dimana semua
rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan
bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami
kehilangan kedua akses tersebut.
4.
FIVIMS 2005: kondisi ketika semua
orang pada segala waktu secara fisik, social dan ekonomi memiliki akses pada
pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan
sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
5.
Mercy Corps (2007) : keadaan
ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi
terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi
sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
a.
Berorientasi pada rumah tangga dan
individu.
b.
Dimensi watu setiap saat pangan
tersedia dan dapat diakses.
c.
Menekankan pada akses pangan rumah
tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan social.
d.
Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e.
Ditujukan untuk hidup sehat dan
produktif.
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang
No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara
cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4)
terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih
dipahami sebagai berikut :
1)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi
ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas,
mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi
kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta
turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi
yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman
dari kaidah agama.
3)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi
yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di
seluruh tanah air.
4)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi
terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang
terjangkau.
1.1 Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan
Tujuan pembangunan ketahanan pangan
adalah mencapai ketahanan dalam bidang pangan dalam kondisi terpenuhinya pangan
bagi setiap rumah tangga dari produksi pangan nasional yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, jumlah dan mutu, aman, merata dan terjangkau
seperti diamanatkan dalam UU pangan.
1.2 Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan
Strategi yang dikembangkan dalam upaya
pembangunan ketahanan pangan adalah sebagai berikut :
a.
Peningkatan kapasitas produksi
pangan nasional secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju pertumbuhan
penduduk) melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.
b.
Revitalisasi industri hulu
produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian).
c.
Revitalisasi Industri Pasca Panen
dan Pengolahan Pangan.
d.
Revitalisasi dan restrukturisasi
kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM dan lumbung desa.
e.
Pengembangan kebijakan yang
kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi pelaku bisnis
pangan dari hulu hingga hilir meliput penerapan technical barrier for Trade
(TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit , dan harmonisasi tarif bea
masuk, pajak resmi dan tak resmi.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil
kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput
produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem
konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem
tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input
sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan
berjalan dengan efisien oleh adanya
partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani,
nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran
serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah diimplementasikan
dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan
dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan.
Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM
berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
2. Sub-Sistem Ketahan Pangan
Sub
sistem ketahanan pangan
terdiri dari tiga
sub sistem utama
yaitu ketersediaan, akses, dan
penyerapan pangan, sedangkan
status gizi merupakan outcome dari
ketahanan pangan. Ketersediaan, akses,
dan penyerapan pangan
merupakan sub sistem
yang harus dipenuhi
secara utuh. Salah
satu subsistem tersebut tidak
dipenuhi maka suatu
negara belum dapat
dikatakan mempunyai ketahanan
pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan
regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak
merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Secara rinci
penjelasan mengenai sub
sistem tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
➢ Ketersediaan Pangan (Food Availability)
Gambar 2.1 Indonesia
harus berkaca pada Singapura yang memiliki ketahanan pangan yang baik tanpa
lahan pertanian Sumber: www.upload.wikimedia.org
Yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah
yang cukup aman dan bergizi untuk semua
orang dalam suatu negara baik yang berasal
dari produksi sendiri,
impor, cadangan pangan
maupun bantuan pangan.
Ketersediaan
pangan ini harus
mampu mencukupi pangan
yang didefinisikan sebagai
jumlah kalori yang
dibutuhkan untuk kehidupan
yang aktif dan
sehat.
➢ Akses Pangan (Food Access)
Gambar 2.2 Kemiskinan
membatasi akses terhadap bahan pangan
Sumber: www.atepfirm.com
Akses Pangan (Food
Access) Yaitu kemampuan semua
rumah tangga dan
individu dengan sumberdaya
yang dimilikinya untuk
memperoleh pangan yang cukup
untuk kebutuhan gizinya
yang dapat diperoleh
dari produksi pangannya sendiri, pembelian
ataupun melalui bantuan
pangan. Akses rumah
tangga dan individu terdiri dari
akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada
pendapatan,
kesempatan kerja dan
harga. Akses fisik
menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana
dan prasarana distribusi),
sedangkan akses sosial
menyangkut tentang preferensi pangan.
➢ Penyerapan Pangan (Food Utilization) Penyerapan Pangan (Food
Utilization) yaitu penggunaan
pangan untuk kebutuhan hidup
sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas
dari penyerapan pangan
tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi
dan ketersediaan air,
fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita.
➢ Stabilitas (Stability)
Stabilitas (Stability) Merupakan dimensi
waktu dari ketahanan pangan yang terbagi
dalam kerawanan pangan
kronis (chronic food
insecurity) dan kerawanan pangan sementara
(transitory food insecurity).
Kerawanan pangan kronis
adalah ketidakmampuan untuk
memperoleh kebutuhan pangan setiap
saat, sedangkan kerawanan pangan
sementara adalah kerawanan pangan
yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan
banjir, bencana, maupun konflik social.
➢ Status Gizi (Nutritional Status)
Status Gizi
(Nutritional Status) adalah outcome ketahanan
pangan yang merupakan cerminan
dari kualitas hidup seseorang. Umumnya
satus gizi ini diukur dengan
angka harapan hidup, tingkat gizi balita
dan kematian bayi. Sistem ketahanan pangan
di Indonesia secara komprehensif
meliputi empat subsistem, yaitu:
(i) ketersediaan pangan
dalam jumlah dan
jenis yang cukup
untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata,
(iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi
kecukupan gizi seimbang,
yang berdampak pada
(iv) status gizi masyarakat.
Dengan demikian,
sistem ketahanan pangan
dan gizi tidak hanya menyangkut soal
produksi, distribusi, dan
penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi
juga menyangkut aspek mikro, yaitu
akses pangan di tingkat rumah tangga
dan individu serta
status gizi anggota
rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah
tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan pangan
meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan
pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan.
3. Faktor yang mempengaruhi Ketahanan Pangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan pangan adalah lahan, iklim dan cuaca, teknologi, seerta
infrastruktur.
a. Lahan
Gambar 3.1 El nino
menyebabkan banyak ahan pertanian mengalami kekeringan
Lahan merupakan
faktor penting dalam penyediaan sumber pangan, terutama terkait sumber pangan hasil budi daya
pertanian dan perkebunan. Semakin luas lahan yang digunakan untuk mengusahakan
tanaman pangan, semakin baik ketahanan pangan di suatu negara. b. Iklim dan Cuaca
Iklim dan cuaca
secara langsung atau tidak langsung turut mempengaruhi hasil sumber daya
pangan. Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang
berpengaruh terhadap hasil pertanian. Fenomena El nino (musim kemarau yang
berkepanjangan) dan La Nina ( peningkatan curah hujan) walau tidak terjadi di
semua wilayah yang ada di Indonesia, tetapi berdampak pada hasil pertanian yang
ada di Indonesia. c. Teknologi
Gambar 3.2 Alat yang
digunakan untuk memanen kentang dan membajak sawah
Sumber: www.agroteknologi.com
Semakin tinggi
teknologi yang dimiliki, semakin mudah melakukan suatu proses produksi dan
meningkatkannya di suatu wilayah atau negara. Contohnya penggunaan bibit
bioteknologi untuk mempercepat pertumbuhan dan hasil tanaman dalam metode
hidroponik. d. Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur yang
memadai di darat, laut, dan udara akan mempercepat proses distribusi pangan
dari suatu wilayah ke wilayah lain. Hal ini akan meningkatkan ketahanan pangan
secara lokal dan nasional di wilayah Indonesia.
4. Sistem Ketahanan Pangan Sebagai Bagian dari Ketahanan Ekonomi Nasional
Kebutuhan akan pangan merupakan
kebutuhan primer bagi manusia. Oleh karena itu, ketahanan pangan dipandang
sebagai hal yang penting dalam ranga pembangunan nasional untuk membentuk
manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera. Untuk mencapai
tujuan tersebut, perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman,
bermutu, bergizi, beragam, serta tersebar merata di seluruh Indonesia dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan, 2002).
Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah atau tidak diolah sebagai
makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan erat kaitannya dan
berpengaruh besar terhadap sektor produksi suatu negara, kemudian berpengaruh
terhadap devisa suatu negara yang berdampak pada pertumbuhan ekonominya.
Ketahanan pangan juga erat berkaitan dengan kebijakan politik suatu negara,
persetujuan kerjasama di sektor pangan, kebijakan pembangunan, dan pengelolaan
sumber daya alam berkelanjutan. Berdasarkan pemahaman tersebut ketahanan pangan
menjadi salah satu wacana yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi dan
politik.
Untuk mencapai ketahanan pangan,
diperlukan kerja keras dan harus mengatasi berbagai tantangan. Berikut ini
merupakan tabel tantangan ketahanan pangan nasional :
Tabel 1. Tabel
tantangan ketahanan pangan nasional
No
|
Tantangan
Ketahanan Pangan
|
Keterangan
|
1
|
Degradasi Lahan
|
Diperkirakan
40% dari lahan pertanian di dunia mengalami degradasi lahan berupa penurunan
kesuburan dan produktivitas tanah.
|
2
|
Hama dan Penyakit
|
Penyakit
dan hama dapat mempengaruhi produksi budi daya peternakan dan pertanian
sehingga berdampak bagi ketersediaan suatu bahan pangan.
|
3
|
Krisis Air
|
Tinggi
muka air tanah terus mengalami penurunan di berbagai negara, karena air tanah
digunakan secara berlebihan.
|
4
|
Perebutan Lahan
|
Kemilikan lahan di lintas
batas negara semakin meningkat.
|
5
|
Fenomena Iklim
dan Cuaca
|
Fenomena
cuaca yang ekstrim, seperti kekeringan dan banjir, diperkirakan akan
meningkat karena perubahan iklim sehingga berdampak di sektor pertanian.
|
5. Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia
Gambar 5.1 Alih fungsi
lahan pertanian menjadi pemukiman menjadi kendala perwujudan ketahanan
pangan Sumber: www.ekuatorial.com
Negara Indonesia saat ini memiliki
kendala dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Kendala-kendala tersebut antara lain sebagai berikut :
a.
Konversi lahan pertanian untuk
kegiatan nonpertanian, terutama pada lahan pertanian di Pulau Jawa. Lahan
pertanian di Pulau Jawa memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Namun banyak
lahan pertanian di Pulau Jawa yang beralih fungsi menjadi lahan pemikiman,
sehingga produksi pertanian menjadi menurun. Ketersediaan sumber daya air untuk
pertanian juga semakin langka.. Oleh karena itu, sektor pertanian mengahadapi
tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya
lahan dan air secara lestari, serta mengantisipasi persaingan dengan aktivitas
perekonomian lain dan permukiman penduduk yang terkonsentrasi.
b.
Keterbatasan kemampuan petani
karena kurang dukungan teknologi tepat guna, akses kepada sara produksi, serta
kemampuan pemasaran. Hal tersebut menjadi tantangan institusi pelayanan yang
bertugas memberikan kemudahan bagi petani dalam menerapkan ilu pengetahhuan dan
teknologi, memperoleh sarana produksi secara cepat, serta membina kemampuan
manajemen agribisnis dan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Endarto, S.D. (2014).
Mengkaji Ilmu Geografi 1. Jakarta :
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Harmanto, Gatot. (2007). Geografi untuk SMA/MA.
Bandung. Yrama Widya
Hartono. 2009.Geografi
1 Jelajah Bumi dan Alam Semesta : untuk Kelas X, Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah.Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Nursid Sumaatmadja. 1981. Studi
Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisis Ruang. Bandung:
Penerbit Alumni.
Tika, P dkk. (2007). Pengetahuan Sosial Geografi 1.
Jakarta. Bumi Aksara.
Waluya, Bagja. 2007. Memahami
Geografi SMA/ MA Kelas X semester 1 dan 2. Bandung: Armico. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar